SOLUSI PERMASALAHAN BATUATAS
oleh IR. LA ODE BUDI
Pada tahun 2016, bulan Agustus, tidak tahu itu saat ombak tinggi, Ir. La Ode Budi ditemani satu mahasiswi dan satu mahasiswa ke Batu Atas.
Tujuannya untuk mengumpulkan KTP, syarat ikut pilkada Busel, dari jalur independen dan mengenal kebutuhan pembangunan disana.
Perahu diombang ambing oleh ombak tinggi. Dan hampir semua penumpang yang ada di perahu kayu tersebut, muntah. Perjalanan sekitar 4-5 jam.
Berkenalan dengan keluarga dari Ambon yang pulang ke Batuatas, berujung undangan singgah minum dan sholat maghrib di keluarga beliau di Wacuala. Rupanya mereka pulang, karena ada keluarga yang akan menikah.
Malamnya, La Ode Budi dan tim naik ojek, ke Gu. Dan hanya sampai di ketinggian. Turun, tanpa ada lampu, ke desa Gu. Banyak warga kaget disana ada Balon Bupati datang. Tengah malam, lagi.
Pagi hari, di Desa Gu ada acara gotong royong terkait dengan pembangunan jembatan. Ngobrol dengan para penduduk desa, ternyata kebanyakan suaminya merantau cari ikan di daerah lain.
“Kebanyakan ibu-ibu, Pak. Saat ini, bapak-bapak memang ada, tapi sedikit, kebanyakan merantau,” jelas penduduk disana.
Siangnya, La Ode Budi naik ke Desa Liwu. Dan sangat terharu, karena semua penduduk disana kumpul KTP untuk saya. Printer fotocopy yang kami bawa, tidak putus bekerja mencopy KTP.
Ada masukan dari guru, bahwa karena tinggi tempatnya, alangkah bagusnya kelas 1 dan 2, bentuk belajarnya biar di atas saja.
Dari Liwu, rombongan membela gunung, ke Asaa dan ke Wacuala. Disana kami kumpul KTP Lagi. Hingga sore hari.
Dan setelah sholat maghrib, sebelum kembali ke Gu, La Ode Budi bertemu teman seperahu tadi ajak diskusi dan menyampaikan permintaan.
“Pak Ode pulang saja,” katanya.
Kalimatnya tidak segera bersambung.
“Deggh, saya tidak diterima disini, sepertinya.”
“Biarkan kami saja yang kumpul KTP, nanti Bapak tinggal satu mahasiswi, biar dia yang bawa ke BUSEL nanti, serahkan ke Bapak”.
Saya hanya menganggguk. Sangat terharu atas kebaikan warga disana.
Saya hanya berjanji pada suatu hari, jika Allah SWT izinkan, saya akan balas kebaikan mereka.
Selama disana, saya tahu, masalah utama di Batauatas adalah AIR, PANGAN, LISTRIK DAN TELEPON/SELULAR, dan MODAL/PERAHU-ALAT TANGKAP BAGI NELAYAN MELAUT.
Kalau ada jalan Allah SWT saya jadi KADA di Buton Selatan, saya bertekad mensolusikannya.
AIR, solusinya harus suling air laut, sudah ada teknologinya dan makin murah. Bisa dari APBD, bisa dari lobby APBN kementrian PUPR atau CSR BUMN/Swasta.
PANGAN, harus ada kesengajaan dari PEMDA untuk membuat lumbung Pangan (Perusda bisa berperan), sehingga ketersediaan tetap terjaga walau saat terhalang ombak tinggi dan harga tetap terjangkau.
LISTRIK, semoga bisa dibantu Kementrian ESDM, terkait program pulau-pulau terluar (kawan akrab yang pegang anggarannya),
TELEPON/SELULAR, saya yakin ada pemancar khusus yang tembak satelit atau booster khusus. Perlu peran biaya Pemda dan pendekatan khusus dengan Provider, tentunya.
terkait MODAL melaut dan PERAHU/alat tangkap, bisa dengan pendekatan kombinasi antara bantuan Pemda dan kredit dengan penjaminan oleh Pemda (melalui Perusda), kepada Bank BRI (Kredit Usaha Rakyat).
Semoga ……. . Karabarakatian tana Wolio.
Jakarta, 16 Januari 2020.