KilasSultra.com-BOMBANA-Kada adalah sastra lisan suku Moronene yang menceritakan tentang peristiwa-peristiwa masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang. Ceritanya sambung menyambung, kadang menceritakan hal tabu hingga bencana.
Mekada umumnya dilakukan pada malam haru. kadang hingga semalam suntuk, bahkan tembus fajar, tulis Kasra Jaru munara dalam Moronene heritages and Legacies
Proses penuturan cerita Kada tersebut dimulai dengan tahapan ritual yg memberikan nuansa sakralitas. Penutur hanya mengandalkan suara dan gerak anggota badan penutur serta sesekali disertai suara-suara tertentu untuk memberikan penekanan pada kejadian yg sedang diceritakan
sehingga cerita menjadi hidup, seolah sang penutur sedang melihat kejadian yg berlansung. Mungkin inilah salah satu satu alasan mengapa kada dilakukan secara lisan.
Cerita yang dituturkan dalam kada adalah epos panjang yang berisi asal-usul atau kejadian; kisah para raja, dan ksatria; hingga kisah cinta dan perang. Ada pula kisah kepahlawanan; kisah tentang manusia sebagai pribadi maupun manusia dalam hubungannya dengan alam dan lingkungan hidupnya.
Sehingga secara keseluruhan kada mengandung nilai-nilai spiritual, moral, karakter, sosial budaya, estetika, gagasan, cita-cita, dan pedoman hidup masyarakat suku Moronene. Dalam kada juga terdapat aturan-aturan dan norma-norma tidak tertulis yang mengikat dan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat Moronene dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam hal adat-istiadat.
Salah satu tokoh Moronene yang mengetahui banyak tentang kada adalah Ibu Dr. Yus Rambe. Disertasi S3 Yus Rambe mengangkat tema kada.

Di samping itu ada juga beberapa hasil kajian ilmiah yg dilakukan oleh beberapa orang dan Sebagian hasil kajian mereka sudah dipublikasikan terkait Kada tersebut.
Namun Kata Kasra, masih banyak hal yang perlu digali dan diteliti lebih lanjut. Diantaranya apa alasan utama kada disampaikan secara lisan, adakah kaitannya dengan tidak adanya aksara Moronene (tapi apakah benar aksara Moronene tidak ada sementara ada beberapa bentuk simbol di bilangari?), adakah cara terbaik untuk mendokumentasikan semua kisah dalam kada, atau upaya apa yg bisa dilakukan untuk memastikan kelestarian tradisi kada mengingat penutur kada sudah sepuh semua dan jumlahnya tinggal hitungan jari. (ADV)