kilasSultra.com-BOMBANA- Tak ada yang mempesonakan saat memandang kearah gunung batu memanjang, sepanjang kawasan perkampungan di bagian barat Desa Lengora, Kecamatan Kabaena Tengah, Kabupaten Bombana.
Tetapi di gunung batu itulah, ribuan orang selalu berkunjung menyusuri lorong ‘gelap’ di lereng gunung batu itu. Watuburi, demikianlah nama gua itu diwariskan dari leluhur Pulau Kabaena yang kini telah mendunia.
Disebutlah ia Gua Watuburi karena pada lereng gugus batu itu terdapat sebuah gua yang didalamnya akan nampak aneka pahatan, lukisan dan goresan seperti tulisan. Sejumlah artefak itulah yang membuat pengunjung takjub dan terhipnotis untuk terus menyusuri lorong gelapnya nan tiada berujung.
Di antara lukisan, pahatan dan goresan di Gua Watuburi yaitu gambar perahu yang tengah didayung oleh beberapa orang penumpangnya, terdapat pahatan burung kakaktua pada bagian sebelah kanan pintu masuk, dan arca manusia berjenis kelamin perempuan.
Pada bagian kanan gua itu terdapat pula lorong sempit yang hanya dapat dilalui satu orang dengan cara merangkak, untuk mencapai sebuah kamar yang di dalamnya telah tertata apik seolah ada penghuni yang tiap saat membersihkannya.
“Di kamar itu, sewaktu-waktu akan muncul mata air yang apabila diminum dipercayai dapat membuat hati tenang,” tutur Muhammad Nurjaya (36 Tahun), salah seorang ‘bisa’ (orang pintar yang mampu berkomunikasi dengan makhluk lain).
Mereka yang mendapatkan air saat masuk di kamar itu, kata Nurjaya, adalah mereka yang sangat beruntung. Sebaliknya jika tidak beruntung, maka akan terkunci dan tidak dapat keluar dari kamar itu, hingga ada ‘bisa’ yang menolongnya.
Pada bagian lorong lain Gua Watuburi itu, terdapat pula satu lokasi yang diyakini sebagai tempat pertapaan oleh hampir semua orang yang pernah berkunjung.
“Siapapun yang masuk dan duduk di tempat pertapaan itu, pasti seukuran. Entah besar atau kecil ukuran badan orang itu,” kata Nurjaya.
Menurut Nurjaya, di tengah gua itu konon merupakan tempat pertama kali dinampakkannya gerakan tarian Lumense oleh 9 puteri kahyangan disertai bunyi gendang sebagai musik pengiringnya. Meski belakangan ini, asal-usul tarian tersebut masih menjadi bahan perdebatan di kalangan masyarakat kabaena itu sendiri.
Dalam gua yang dipercaya sebagai tempat diperlihatkan dan diperdengarkan tabuh Lumense.
Lorong “gelap” Gua Watuburi tidaklah berbatas pada sejumlah cagar budaya yang diperlihatkan. Jauh lebih ke dalam pada arah timur, akan ditemukan pula sejumlah perangkat yang dipercaya bahwa lokasi itu adalah bagian dapur dari gua itu.
Bandu (93), salah seorang bisa lainnya menuturkan, di gua itu semakin dalam kita susuri, semakin banyak pula hal-hal unik yang akan diperlihatkan, baik lukisan, pahatan, ukiran, tulisan maupun benda-benda pusaka seperti keris, tombak, gala (Trisula) dan lain-lain.
Menurut Bandu, gua Watuburi adalah tempat yang suci. Hanya orang berhati mulia dan yang terpilih yang dapat mengetahui semua yang terkandung di sepanjang lorong gelapnya itu.
“Zaman dahulu, perempuan yang haid dilarang masuk ke gua itu, begitu pula dengan perbuatan mereka yang menyimpang dari ajaran islam,” tutur Bandu.
Watuburi kini setiap tahunnya terutama pasca pelaksanaan shalat idhul fitri maupun idhul adha, sangatlah ramai dikunjungi.
Pintu Masuk Gua Watuburi
Oleh masyarakat kabaena menganggap bahwa gua tersebut adalah tempat wisata yang sangat menakjubkan, sebab terdapat sejumlah karya keagungan tuhan yang tidak ternilai oleh apapun.
Untuk mencapai gua tersebut, pengunjung akan melewati undakan tangga yang telah dibuat oleh warga Desa Lengora. Jalan ini dikerjakan diera pemerintahan Atikurahman-Subhan Tambera (Almarhum) menjabat Bupati dan Wakil Bupati Bombana periode 2005-2010.
Lorong-lorong di gua itu kini tidak lagi gelap. Pemerintah desa setempat telah menyediakan mesin genset untuk memberikan penerangan bagi pengunjung yang ingin menyaksikan cagar budaya tersebut lebih dekat. (ADV)