Banner Iklan

Masyarakat Adat Moronene, warisan tak benda indonesia

 

KilasSultra.com-BOMBANA-Wilayah Kabupaten Bombana sebelumnya merupakan wilayah Kerajaan Moronene yang dikenal dengan tiga daerah, yaitu Poleang, Rumbia dan Kabaena.

Penduduk asli yang mendiami wilayah ini adalah suku Moronene. Suku Moronene disebut juga Tomaronene.

Suku Moronene diyakini mempunyai pertalian darah dengan suku Mori di Malili, Toraja di Sulawesi Selatan, Tabungku, Tolaiwi, dan Tomekongga.

Selain Mori dan Toraja, suku-suku ini mendiami wilayah Sulawesi Tenggara, meliputi, Tomekongga mendiami wilayah Kabupaten Kolaka, Kolaka Utara, dan Konawe Timur. Suku Tolaki mendiami kota Kendari, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Konawe Utara, Pulau Wawali (Kabupaten Konawe Kepulauan), Menui dan Kalisu (Kabupaten Buton Utara)

 

 

Suku-suku yang mendiami sepanjang jazirah Sulawesi Tenggara ini dianggap masih memiliki pertalian darah dengan suku Moronene. Tradisi lisan masyarakat Moronene menyakini bahwa mereka memiliki ikatan kekerabatan dengan suku Moro di Philipina Selatan.

Persebaran suku Moro ini memasuki daratan Sulawesi Utara bergeser dan berdiam di sekitar sungai Lasolo, Danau Tawoti dan Danau Matanna. Di Danau Matanna terdapat suatu tempat yang disebut Andolaki, tempat ini adalah merepresentasikan tempat tinggal suku Tolaki.

Tradisi lisan ini mengkar dalam masyarakat moronene yang kemudian menjadi bagian penting dari sejarah Moronene itu sendiri.

 

 

Dalam perkembangannya, Moronene terbagi dalam tiga kekerabatan besar, yaitu Moronene Rumbia, Moronene Poleang, dan Moronene Kabaena.

Kata Moronene itu sendiri terdiri dari tiga kata, yaitu To, Moro, dan Nene. To berasal dari kata Tau yang berarti manusia atau orang, Moro berarti Suku Moro, dan Nene adalah nama tumbuhan pohon resam atau pohon bambang yang dapat dijadikan tali, yang dalam bahasa Moronene rumbia dan Moronene Poleang disebut pohon onene.

Baca Juga  TERBENTUKNYA KERAJAAN MORONENE

Sedangkan dalam bahasa Moronene Kabaena disebut pu?u bomba yang berarti pohon bomba. Dengan demikian kata Moronene berarti orang Moro yang tinggal di sekitar pohon onene atau pohon resam atau pohon bomba. Wilayah pemukiman orang Moronene yang merefsentasikan asal usul mereka adalah daerah perbukitan di hulu sungai yang ditumbuhi pohon onene atau resam atau bomba.

 

 

Sungai ini menurut orang Moronene Rumbia dan Orang Moronene Poleang disebut Laa Onene atau Laa Monene yang berarti sungan orang Moronene.

Kemudian bukit tempat tinggal mereka disebut Tangkeno Wawolesea. Tangkeno berarti bukit dan wawolesea berarti tempat tinggal.

Saat ini tempat tersebut adalah Desa Pangkuri, sementara bukit dan sungai sebagai refesentasi dari tempat tinggal orang Moronene tersebut masih dianggap sebagai daerah yang penuh dengan magis atau dikeramatkan.

Persebaran orang Moronene sampai pada wilayah kepulauan, meliputi Pulau Wawoni, Pulau Menui, Pulau Kalisusu dan Ereka, sekarang masuk wilayah Kabupaten Buton Utara. Wilayah-wilayah persebaran Moronene ini terlihat dari bahasa dan dialek yang digunakan masih menggunakan bahasa Moronene (ADV)

Tulis Komentar