KOPERASI SYARIAH DIGITAL (KSD): SINTESA KONSEP EKONOMI – ISLAM – DAN TEKNOLOGI DIGITAL DALAM MEMBANGUN EKONOMI & PERADABAN DI INDONESIA PASCA PANDEMI COVID – 19
OLEH Bobby Kurniawan
(Ketua PW SEMMI Provinsi Riau/
Calon Ketua Umum PB SEMMI)
Fenomena pandemi Covid – 19 menjadi salah satu tonggak sejarah krisisterbesar dari berbagai sektor di seluruh belahan dunia. Pandemi tersebut memberikan implikasi yang signifikan terhadap sektor ekonomi, sosial, hingga politik di seluruh negara tidak terkecuali Indonesia. Pada sektor ekonomi, Pandemi Covid – 19 ini juga menimbulkan dampak terhadap investasi yang membuat masyarakat akan sangat berhati – hati untuk membeli barang hingga melakukan investasi tertentu. Hal ini merupakan implikasi atas absurditas supply chain dan asumsi pasar (Pepinsky & Wihardja, 2011). Selain itu, pada sektor ekonomi-pariwisata sangat terpukul akan hal ini. Bagaimana tidak, jumlah wisatawan asing maupun lokal mengalami penurunan drastis hingga 75% dibanding tahun sebelum terjadinya Covid-19 atau sekitar empat juta (4 juta wisatawan asing dan domestik) serta sektor pendukung pariwasata, seperti hotel dan restoran mengalami penurunan profit hingga 40% sehingga berdampak pada operasional hotel dan business sustainability(Kemlu, 2020). Angka penurunan jumlah wisatawan tersebut memiliki implikasi yang cukup signifikan terhadap profit yang diperoleh oleh sektor – sektor pendukung tersebut (Block, 2017). Lemahnya pertumbuhan pada sektor pariwisata juga memberikan dampak pada sektor pendukung lain, seperti industri retail. Padahal sub-sektor industri retail dengan skala mikro, kecil, dan menengah inilah yang sebelumnya merupakan sektor yang dominan sebagai penyokong ekonomi terutama dalam konteks penyerapan tenaga kerja.
Selain pariwisata, sektor lain yang terdampak adalah sektor Industri manufaktur (Fast Moving Consumer Goods, otomotif, dan support equipment). Berdasarkan data dari kementeri an Ketenagakerjaan , sektor ini mengalami penurunan dalam profit sebesar 50% (kecuali alat-alat kesehatan dan petrokimia) sehingga memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara besar-besaransebesar 425.948 pekerja dari total 2.587.478 pekerja atau sekitar 16,5% (Indonesiabaik, 2021). Hal tersebut secara spesifik diakibatkan oleh melemahnya demand pasar dan terbatasnya distribusi finish goods ke konsumen. Pemutusan hubungan kerja ini menambah tingkat pengangguran di Indonesia meningkat sebesar2,1% (dari 4,9% ke 7%) dalam dari tahun 2019 – 2020 (Indonesiabaik, 2021). Peningkatan pada tingkat pengangguran tersebut berimplikasi pada tingkat kemiskinan. Berdasarkan data dari BPS, tercatat bahwa pada era covid-19 ini, jumlah masyarakat miskin meningkat sebesar 10,19 % pada awal 2021 (BPS, 2021). Meningkatnya jumlah kemiskinan tersebut berpotensi mengganggu stabilitas demokrasi di Indonesia. Hal tersebut senada dengan statemen filsuf Yunani, yaitu Aristoteles mengenai demokrasi bahwa jumlah kelas menengah merupakan salah satu pilar penting di dalam menjaga stabilitas demokrasi.
Paralel dengan hal tersebut, terdapat fakta lain yang tidak dapat terbantahkan, yaitu sektor ekonomi digital (transaksi ekonomi melalui platform digital/elektronik) yang justru mengalami kenaikan tajam di era pandemi covid-19 tersebut. Terbatasnya ruang gerak di dunia nyata mengharuskan masyarakat untuk mulai melakukan transaksi secara digital. Seperti yang diketahui, memasuki era digital, kemajuan teknologi yang pesat telah memacu perubahan dalam pola perilaku masyarakat dalam melakukan transaksi ekonomi. Tren perdagangan melalui jaringan elektronik mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Nilai perdagangan secara global melalui platform online tercatat sebesar USD 3,5 Triliun pada tahun 2019 atau meningkat 165% dari 5 tahun sebelumnya, yaitu 2014 yang hanya sebesar USD 1,3 Triliun (Clarissa & Gandara, 2020). Fenomena ini diproyeksikan berkembang hingga tahun-tahun selanjutnya atau sekitar USD 6,5 Triliun pada tahun 2023 yang linier terhadap perkembangan teknologi digital (Statista,
Dalam hal lain, shareperdagangan di sektor e-commerce terhadap total penjualan ritel di dunia juga meningkat dari tahun ke tahun. Berikut adalah grafik kenaikannya (Statista, 2020):
Sehubungan dengan tren global tersebut, ekosistem perdagangan elektronik/digital di Indonesia juga membukuhkan nilai yang cukup impresif. Indonesia mencatat sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki nilai perdagangan elektronik terbesar dan memiliki kontribusi sebesar 50% dari total transaksi di Asia Tenggara (Temasek, 2018). Peningkatan terhadap transaksi digitial, literasi digital, dan perubahan pola konsumsi menjadi beberapa faktor yang menyebabkan sektor industri ini mengalami peningkatan tajam apalagi di era Pandemi Covid – 19 yang mana masyarakat Indonesia melalui kebijakan pemerintah sangat dibatasi ruang geraknya. Beberapa UMKM juga menggunakan platform digital sebagai metode pembayarannya. Sehingga dapat disederhanakan bahwa sektor e-commerce ini dapat menjadi salah satu buffer terhadap laju peningkatan kemiskinan di Indonesia akibat pandemi (Clarissa & Gandara, 2020). Adanya urgensi untuk mengatasi laju kemiskinan akibat krisis ekonomi (karena pandemi) di tengah perkembangan teknologi digital ini mengharuskan baik stakeholder pemerintah maupun pemuda saat ini untuk dapat menemukan solusi – solusi alternatif yang dapat mengatasi masalah tersebut secara kolektif. Kolektivitas ini dibutuhkan mengingat daya kesejahteraan dapat diaktivasi dengan semangat kolektivitas di dalamnya dan tentunya dengan mengadaptasi perangkat-perangkat digital yang hari ini sangat membantu pekerjaan manusia dalam mencapai visi tersebut. Semangat kolektivitas tersebut dapat membantu terciptanya kesejahteraan bersama dan secara otomatis mengurangi tingkat kemiskinan dengan didukung oleh bentuk kelembagaan ekonomi-kolektif.
Berangkat dari latar belakang tersebut, dalam tulisan ini, penulis mencoba memberikan sebuah konsep dasar yang tidak baru melainkan merupakan salah satu konsep alternatif yang dapat diterapkan dengan mensintesa antara konsep ekonomi – teknologi digital – dan Islam yang penulis tuangkan dalam wujud kelembagaan. Konsep tersebut hadir dengan harapan dapat menjadi salah satu instrumen baru untuk menjawab persoalan yang telah disebutkan di dalam latar belakang sebelumnya. Kemudian muncul sebuah diskursus, “Mengapa islam?”. Seperti yang telah diketahui bahwa islam sangat terbuka terhadap perkembangan teknologi terutama teknologi digital dan konsep ekonomi yang dapat memberikan kesejahteraan sekaligus kemudahan akseske seluruh lapisan masyarakat. Islam sangat mendukung adanya inovasi – inovasi yang dilakukan oleh manusia dalam rangka tugasnya sebagai khalifah di muka bumi. Hal ini senada dengan beberapa ayat Al – Quran berikut yang berbunyi:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
(Al Baqarah Ayat 30)
Salah satu peran manusia di muka bumi adalah dengan menjadi Khalifah (pemimpin). Sebagai pemimpin, manusia membutuhkan sebuah perangkat untuk dapat mengatur dengan baik segala sesuatu sesuai dengan porsi dan orbitnya. Adapun perangkat yang dimaksud dalam konteks ini adalah teknologi. Seruan islam untuk memanfaatkan apa yang ada di dalam bumi ini juga tertuang di salah satu ayat lainnya yang berbunyi:
“dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah SWT) dan telah Kami tundukkan untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berhembus dengan perintahnya ke negeri yang Kami telah memberkatinya. Dalah adalah Kami Maha Mengatehui segala sesuatu.”
(Al – Anbiya 80 – 81)
–
“Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar menusia dapat berlaku adil. Dan Kami menciptakan besi yang mempunyai kekuatan, hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong agama-Nya dan rasul-rasulNya walaupun Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa.”
(Al Hadid 45)
Berdasarkan ayat di atas, dapat diketahui bahwa Allah SWT sangat memperhatikan umatnya untuk berlaku adil dan menerapkan neraca keadilan seutuhnya dengan memanfaatkan ciptaanNya dengan sebaik-baiknya. Salah satu bentuk pengembangan tersebut adalah establishmentdari teknologi yang berbasis digital itu sendiri. Dengan harapan, perkembangan teknologi digital tersebut dapat membantu manusia untuk mencapai visinya, yaitu kesejahteraan secara kolektif sekaligus memenuhi perannya sebagai Khalifah. Tidak hanya itu, dalam mewujudkan visi bersama tersebut, dibutuhkan bukan hanya seorang saja, melainkan kerjasama dengan manusia lainnya dalam satu bentuk komunitas atau kelembagaan tertentu. Salah satu bentuk kelembagaan kolektif yang sering dijumpai di sekitar kita lebih dikenal dengan bentuk kelembagaan koperasi.
Konsep Koperasi Syariah Digital
Seperti yang diketahui, menurut UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan bahwa koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan orang – orang atau badan hukum koperasi yag melandaskan kegiatannya berdasarkan pada prinsip koperasi dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berlandaskan kekeluargaan. Koperasi juga dianggap sebagai salah satu lembaga keuangan yang berfungsi untuk menghimpun dana masyarakat serta menyalurkan dana tersebut kepada aktivitas ekonomi baik yang bersifat mikro maupun makro. Sehingga koperasi juga harus berlandaskan pada prinsip – prinsip yang baik dan benar. Konsep koperasi sangat menekankan pada kolektivitas dan kesejahteraan bersama.
Sedangkan, dalam islam, koperasi yang baik dan benar harus dijalankan sesuai dengan syariat-syariat di dalam agama islam. Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat beberapa penerapan baik secara prinsipil maupun teknis dari koperasi biasa dengan koperasi yang berbasis pada syariah-syariah islam. Adapun perbedaannya dapat dilihat melalui tabel berikut (Buchori, 2012):
Tabel 1. Perbedaan Koperasi Konvensional/Modern dengan Koperasi Syariah
Aspek | Koperasi Konvensional / Modern | Koperasi Syariah |
Landasan | -Berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945
– Azas kekeluargaan |
– Berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945
– Azas kekeluargaan – Syariat – syariat islam (Al Quran dan Hadist) |
Asumsi Dasar | – Kolektivitas
– Dapat menerapkan sistem riba / tidak (tergantung manajerial koperasi) – Tidak terdapat asumsi spiritual dari agama tertentu. – Fokus kepada potensi yang ada di daerah tersebut |
– Kekayaan adalah amanah dari Allah SWT yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun secara mutlak
– Manusia sebagai wakil Allah dan Pemakmur Bumi – Manusia diberikan kebebasan dalam melakukan aktivitas muamallah selama tidak melanggar ketentutan syariah – Menolak segala bentuk ribawi (bunga) – Fokus kepada potensi yang ada di daerah tersebut |
Tujuan | – Mengembangkan potensi dan kemampuan dari anggotanya untuk berdaya secara ekonomi dan kesejahteraan
– Mengembangkan kualitas hidup keanggotaannya (social welfare and social security) – Membangun demokrasi ekonomi dengan semangat kolektivitas |
– Mengembangkan potensi dan kemampuan dari anggotanya untuk berdaya secara ekonomi dan kesejahteraan
– Mengembangkan kualitas hidup keanggotaannya (social welfare and social security) – Membangun ekosistem ekonomi yang dengan berdasarkan pada syariat-syariat islam |
Sistem bagi hasil sesuai dengan kesepakatan | Ada | Ada |
Bunga (Riba) | Ada | Tidak ada |
Keterbukaan terhadap innovasi | Terbuka | Terbuka |
Kewajiban sebagai institusi Ziswaf (Zakat, Infaq, Shodaqoh, dan Wakaf) | Tidak ada | Ada |
Istilah – istilah yang digunakan | Mengikuti perkembangan zaman | Istilah-istilah muamallah dalam islam |
Berdasarkan dari tabel di atas, pada dasarnya tidak terlalu banyak perbedaan antara koperasi modern/konvensional dengan koperasi syariah. Perbedaan yang dimiliki hanya terdapat pada landasan serta sistem riba yang cenderung banyak diterapkan pada koperasi-koperasi konvensional/modern. Selain itu, terdapat perbedaan lainnya, yaitu kewajiban sebagai institusi Ziswaf mengingat Ziswaf merupakan salah satu bagian dari syariat islam.
Sehubungan dengan hal tersebut, di Indonesia sendiri belum banyak praktik penerapan koperasi syariah. Padahal, pada dasarnya, koperasi ini justru menambah nilai social securitydalam praktiknya dengan tidak adanya riba dan kewajiban sebagai institusi Ziswaf. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UMKM, pada tahun 2019, 13% dari total koperasi di Indonesia sudah menerapkan sistem digital dan 87%-nya belum menerapkan sistem digital (Depkop, 2020). Lebih parahnya lagi, kurang dari 1% koperasi syariah yang belum menerapkan sistem digital. Begitu kecilnya presentase tersebut membuat pemerintah selaku stakeholder dan komunitas masyarakat perlu menaruh perhatian khusus dengan membentuk badan-badan koperasi syariah tersebut karena lebih menjamin social securitydari tiap-tiap anggotanya. Dalam hal lain, intervensi teknologi digital juga perlu “dikawinkan” dengan konsep syariah yang sudah ada. Proses “Pengawinan” tersebut dilakukan secara bertahap pada tataran infrastruktur pembayaran, funding, pengelolaan media, projek, hingga bisnis yang dijalankan. Konsep digital yang dijalankan juga nantinya dapat dikembangkan ke arah Artificial Intellegence guna mengefektifkan dan mengefisiensikan kerja – kerja anggotanya dalam menjalankan roda-roda ekonomi di dalam koperasi syariah berbasis digital tersebut. Secara sederhana, konsep tersebut tertuang ke dalam diagram berikut:
Lalu kemudian muncul sebuah diskursus lanjutan, “Bagaimana memulai untuk membangun koperasi syariah digital (KSD) tersebut?”. Penulis mencoba merangkum ke dalam beberapa proses terkait strategic planning yang dapat dilakukan untuk membentuk kelembagaan tersebut ke dalam model berikut (Hilmy, 2019):
Perlu diketahui bahwa model strategic planningyang ditawarkan merupakan modifikasi dari strategic planningyang telah ada. Langkah – langkah tersebut dijelaskan sebagai berikut:
- Fase Awal (Start)
- Membangun Relasi Strategis
Inisiator KSD perlu menghimpun beberapa relasi yang supportif untuk membangun KSD tersebut. Anggota awal bisa berjumlah 3-5 orang yang memiliki visi yang sama untuk membangun koperasi tersebut.
- Membangun visi, misi, dan strategi bersama
Visi, misi, dan strategi tersebut terformulasi dari orientasi serta diferensiasi parameter yang telah dibentuk oleh masing-masing anggota awal.
- Membuat strukturdan program
Perlu dilakukan perencanaan terhadap struktur hingga program-program yang dapat menjawab visi, misi, dan strategi yang telah dirancang. Adapun terkait dengan struktur dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anggota awal. Dalam tulisan ini, penulis juga membuat beberapa program tersebut ke dalam pilar-pilar sebagai berikut:
Gambar 5. Perencanaan Program Berdasarkan Pilar
- Strategi fundingyang berbasis pada syariat islam
Model pembiayaan atau fundingharus datang dari relasi yang dapat memenuhi kriteria dari koperasi tersebut. Adapun relasi seperti pemerintah, iuran anggota, CSR, crowdfunding, atau stakeholder lainnya yang tidak melibatkan investor tunggal dan bebas riba sesuai syariat islam.
- Fase Intermediate (Management)
- Membuat administrasi lebih efisien
Perlu dibuat administasi yang lebih efisien daripada awal dibentuk koperasi tersebut mengingat terdapat pertumbuhan jumlah projek dan anggota yang mendaftar. Membuat birokrasi yang lebih efisien dengan menggunakan aplikasi digital/web based. Melakukan pendataan secara terstruktur dengan media digital. Untuk metode pembayaran iuran atau penjualan menggunakan aplikasi digital baik yang sudah ada atau telah ter-established secara mandiri.
- Mengelola training & edukasi kepada anggota
Melakukan program training & edukasi khusus kepada anggota koperasi yang mendaftar. Training dan edukasi tersebut lebih merujuk kepada hardskill dan softskill yang dimiliki oleh anggota
- Monitoring & Evaluasi terhadap keberjalanan program dan kredibilitas dari kinerja koperasi
Melakukan monitoring dan evaluasi melalui rapat-rapat rutin koperasi terhadap kinerja serta keberjalanan keseluruhan dari koperasi.
- Fase Berkelanjutan (Sustainability)
- Internalisasi Berkelanjutan
Internalisasi yang dimaksud adalah refreshmentprogram yang dilakukan secara berkala dan berkelanjutan dalam rangka menyatukan visi dan kekeluargaan dari setiap anggota.
- Inovasi berkelanjutan
Hal ini merujuk kepada inovasi internal maupun projek yang dilakukan dalam rangka menghidupkan kemajuan dari koperasi secara komprehensif.
- Manajerial berkelanjutan
Menstabilkan proses manajerial yang telah dilakukan di fase sebelumnya.
- Ekspansi
Ekspansi tersebut dapat dilakukan ketika fase manajerial sudah stabil dan dapat menerapkan framework yang sama untuk wilayah yang lainnya.
Proyeksi Implikasi Koperasi Syariah Digital dan Peran Mahasiswa
Pada dasarnya, penerapan dari konsep ini masih sangat jarang digaungkan di publik. Padahal beberapa koperasi UMKM di Indonesia menjadi salah satu sendi yang dapat menyelamatkan Indonesia dari krisis akibat pandemi Covid 19. Berkaca kepada krisis tahun 1998 di Indonesia, koperasi di desa-desa lah yang menjadi salah satu penyelamat masyarakat di desa sehingga tidak terlalu terdampak akibat krisis ekonomi tahun 1998 tersebut. Berkaca dari pengalaman tersebut, dapat kita proyeksikan bahwa implementasi konsep ini dapat menjadi salah satu pilar ekonomi penting dalam menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi hingga krisis demokrasi, menciptakan banyaknya kelas menengah dan social securitydapat semakin terjamin. Pemanfaatan digitalisasi juga dapat membantu menginklusifkan informasi sekaligus mendesiminasi potensi-potensi lokal yang hari ini tidak terjamah. Instrumen digital tersebut memiliki kekuatan yang besar untuk memviralkan produk-produk kearifan lokal beserta potensi-potensi lainnya. Adapun penerapan tersebut harus dilakukan secara bertahap dan memberikan pengalaman kepada anggota seperti “Journey to Madanic Civilization” yang menghimpun keislaman, pengembangan ilmu, kesejahteraan ekonomi, dan inovasi berkelanjutan untuk membentuk peradaban islam sekaligus memaksimalkan peran manusia sebagai khalifah di muka bumi. Adapun tantangan yang terjadi apabila konsep tersebut diterapkan secara masif adalah pertentangan agama mengingat konsep syariah lebih kental dengan nomenklatur atau istilah keislaman yang berpotensi membuat pihak-pihak non-muslim “enggan” untuk terlibat aktif di dalam koperasi syariah digital tersebut. Selain itu, tantangan lainnya adalah terkait dengan funding, yaitu beberapa dari stakeholder sudah terkungkung di dalam sistem riba yang memberatkan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri.
Lalu kemudian muncul pertanyaan terkait, “Bagaimana peran mahasiswa?”. Mahasiswa pada dasarnya memiliki kewajiban untuk kembali kepada “rahim”nya sendiri, yaitu bagian atau elemen dari masyarakat itu sendiri. Mahasiswa dengan segala latar belakang keilmuannya memiliki tanggungjawab untuk membenahi masalah-masalah yang terdapat di masyarakat. Adapun Koperasi Syariah berbasis sistem Digital tersebut dapat menjadi arena baru untuk mengaktualisasikan keilmuan tersebut dalam rangka menciptakan kesejahteraan serta membangun kesadaran kolektif untuk perubahan yang lebih baik di era pasca pandemi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Block, D. (2017). Political Economu in Applied Linguistics Research. In Language Teacing Vol 50.
Depkop. (2020). Menkopukm: Transformasi Digital Koperasi Harus Dipercepat. Humas Kementerian Koperasi dan UMKM. Diambil dari http://www.depkop.go.id/read/menkopukm-transformasi-digital-koperasi-harusdipercepat pada 20 Januari 2023.
Indonesiabaik. (2020). Di Tengah Pandemi, Angka Kemiskinan Meninggi. Diambil dari www.indonesiabaik.id/infografis/di-tengah-pandemi-angka-kemiskinan-meninggi/ pada 20 Januari 2023.
Hilmy, A. & Ridalta, I. (2019). Renewable Energy Cooperatives as Solution to Enhance Electrification and Economic in Developing Region. Indonesia Journal of Energy.
Pepinsky, T.B., & Wihardja, M.M. (2011). Decentralization and Economic Performance in Indonesia. Journal of East Asian Studies Vol. 11(3), p. 337 – 371.
Statista. (2020). Statista Business Data. Diambil dari www.statista.com/ pada 20 Januari 2023