KilasSultra.com-BOMBANA-Petani Burung Walet di Kabupaten Bombana, tampak legah. Beban Tarif retribusi daerah dari pendapatan hasil panen 10 persen, akhirnya dipangkas.
Proses pemangkasan itu, tidak terlepas dari peran anggota DPRD Kabupaten Bombana. Para wakil rakyat itu, menganggap patokan 10 persen terasa membebani alias memberatkan para petani wallet.
Tafsiran masukan DPRD Bombana itu, bukan tanpa alasan. Sejumlah aduan petani walet di urai satu persatu. Bahkan sebagian anggota Dewan meninjau hingga berdialog dengan warga pegiat burung walet di Bombana.
Al hasil, rapat kerja April lalu, Bersama Badan Keuangan Daerah (BKD) Bombana terketok. Dewan mampu yakinkan, bahwa angka 10 persen yang diajukan Pihak eksekutif Bombana, menohok tinggi dan sudah jadi keresahan bagi para petani walet.
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Tarif retribusi hasil panen sarang wallet dipangkas jadi 2,5 persen. Turun sekitar 7,5 persen dari pengajuan pihak eksekutif yakni, semula 10 persen.
Ketua DPRD Bombana Arsyad, S.Pd mengatakan dirinya sangat mendukung kiat masyarakat dalam berusaha. Apalagi, usaha itu demi meningkatkan kesejahteraan dan kelangsungan hidup keluarganya.
Ditengah derap usaha warga kita itu, Pemerintah boleh menyisipin retribusi demi pendapatan Asli Daerah (PAD), Tapi jangan memberatkan rakyat.
“Kita mesti cermati secara seksama, Jangan pula menekan apa lagi memberatkan. kasian juga para pegiat burung wallet kita. Sebaiknya kita rasionalkan sesuai dengan kemampuan atau kondisi yang real,” ujarnya.
Ketua partai Nasdem Bombana itu mengatakan jika tarif 10 persen dari hasil panen itu dipaksakan. Lalu, bagaimana akan nasib usaha petani pemula. Atau warga yang sedang membidik untuk bangun usaha itu. Terlebih sambung Arsyad, modal mendirikan usaha wallet tersebut, tidak sedikit biayanya.
Betik suara yang disampaikan Ketua DPRD Bombana itu, senada dengan kecemasan yang dirasakan para pewalet di Bombana. Terpisah, Marwan salah satu warga Bombana mengaku terkejut dengan tarif retribusi 10 persen tersebut.
“Kita baru ancang ancang bangun wallet, eh dikagetkan dengan retribusi hasil 10 persen. Sebaiknya diturunkan, terlalu tinggi tarif tersebut,” ujarnya.
Dia mengaku bangun Gedung wallet menelan ratusan juta rupiah. “Itu harus dipikirkan juga. Apa lagi semacam saya ini, tertatih tatih kumpulkan uang itu. Belum kita hitung modal kembali, muncul potongan. Apa lagi hingga 10 persen,” keluhnya.
Setelah mencermati dari berbagai pendapat dan pokok pikiran dari anggota dewan sekali wakili Rakyat. Perdebatan antara legislatif dan eksekutif Bombana itu, menuai titik temu. Tarif retribusi hasil panen sarang burung wallet jadi 2,5 persen dari pengajuan awal 10 persen. (Pariwara)