Banner Iklan

Kabaena Negeri Moronene Termashur Abad 16

KilasSultra.com-BOMBANA- Bentang alam pulau kabaena didominasi oleh sejumlah pegunungan. diantara pegunungan itu terdapat deretan tekstur bebatuan yang berdiri kokoh dengan aneka relif yang anggun.

Menjulang disela deretan pegunungan. Satu diantaranya bebatuan itu,  terdapat  satu bukit kars yang menonjol nan tinggi.  warga setempat menyebutnya dengan nama  Batu sangia.

Tidak hanya Gunung, sejumlah pantai ikut melukis pulau ini dengan membentuk garis imajiner, batas antara darat dan samudera. Terdapat pula gugusan pulau-pulau kecil yang terbentuk dari atol maupun bukit pasir yang ditumbuhi pinus. Semua bentangan alam itu menjadi lanskap yang memanjakan mata.

Masyarakat kabaena umumnya memilih membangun pusat-pusat pemukiman di lembah-lembah gunung yang terdapat aliran sungai maupun di pesisir pantai.

Tanah yang subur memungkinkan pertanian sebagai penyokong utama ekonomi mereka. Tak heran jika kerajaan buton saat itu menjuluki daerah ini sebagai “kobaena” atau penghasil beras meski orang-orang eropa lebih suka menyebutnya sebagai “comboina”. orang-orang pribumi sendiri menyebut kampung halaman mereka sebagai tokotu’a.

 

 

Di masa lampau pada sekitar abad ke-16, kerajaan Tokotu’a atau kabaena yang berpusat di kaki gunung sangia wita bernama tangkeno, mencapai puncak kejayaannya.

Kemakmuran tercipta seiring dengan tumbuh suburnya pertanian, yang dibarengi dengan berkembangnya khasanah budaya, seni dan kearifan lokal. Ironisnya,

Setelah pemerintah memegang kendali kuasa atas segala kekayaan alam atas nama Negara, negeri kabaena justru terjerembab dalam kemiskinan yang akut.

 

 

 

Pulau Kabaena, di masa lampau merupakan pusat Kerajaan Moronene, salah satu etnis tertua di Sultra.

“Benteng Tawulagi, tempat pelantikan mokole (raja), merupakan bukti kuat bahwa Kabaena pernah menjadi pusat Kerajaan Moronene,” kata tokoh budaya Kabaena, Abdul Majid Ege, sebagaimana ditulis Yamin Indas wartawan senior di Kendari asal Kabaena, di situs pribadinya.

Baca Juga  Mengenal Makam Syekh di Pulau Sagori

Menurut Madjid, ada beberapa benteng penunjang benteng utama Tawulaagi, yaitu Benteng Doule, Tontowatu, Mataewolangka dan Tuntuntari. “Benteng Tawulagi merupakan tempat pelantikan mokole, mataewolangka tempat mengintai musuh dari arah selatan.

 

 

Sementara Benteng Doule tempat mengintai dari arah barat dan utara dan dua benteng penunjang lainnya masing-masing tuntuntari dan tontowatu merupakan tempat mengintai dari arah timur,” katanya.

Di wilayah daratan tenggara Sulawesi sebagai asal muasal etnis Moronene Kabaena, tidak ditemukan benteng seperti di Kabaena. Itu membuktikan pusat Kerajaan Moronene memang di Kabaena

Di Benteng Tawulagi, kata Abdul Majid Ege, selain masih tampak batu besar dan agak tinggi tempat melantik Mokole, juga terdapat sebuah meriam besar.

Dulu, kemungkinan besar untuk melawan penjajah Belanda maupun Tobelo.”Tobelo merupakan sekelompok orang pada zaman dulu yang kerjanya sebagai perompak laut, bahkan tidak segan-segan merampas dan membunuh warga di daratan,” katanya.

 

 

Menurut Abdul Madjid, benteng-benteng di Kabaena diperkirakan didirikan pada tahun 1600-an yang digunakan sebagai tempat persembunyian dan tempat bertahan dari para musuh.

Dengan wilayah pegunungan dan laut, Pulau Kabaena memiliki banyak kekayaan alam. Di laut, keanekaragaman terumbu karang menjadi faktor penentu banyaknya ketersediaan ikan.

Sirkulasi air laut yang berhadapan dengan laut lepas menjadikan daerah tersebut menjadi penghasil rumput laut. Sementara di darat, kekayaan alamnya juga tak kalah, sehingga kuasa pertambangan bermunculan. Setidaknya ada kandungan nikel, emas dan batu kromrik matahari (ADV)

 

Tulis Komentar