Hindari Perbuatan KDRT. Pj. Bupati Buton Basiran Minta ASN Jadi teladan masyarakat
KilasSultra.com=BUTON-Pj. Bupati Buton Drs. Basiran, M.Si menghadiri kegiatan Pertemuan Koordinasi dan Kerjasama Lintas Sektor Dalam Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (KTPA) dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Aula Kantor Bupati Buton, Kompleks Perkantoran Takawa, Pasarwajo, Rabu, 19 Oktober 2022.
Turut Hadir Sekretaris Daerah Kabupaten Buton, Asnawi Jamaluddin, S.Pd. M.Si., Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Buton, Ilham Habo Nibu, SP, Kasat Reskrim Polres Buton yang diwakili PS. Kaurmintu Sat Reskrim, Zabar Sam, SH, dan Tokoh Masyarakat Buton.
Pj Bupati Buton mengungkapkan pertemuan ini sangat strategis karena persoalan kekerasan terhadap ibu dan anak dewasa ini sudah sangat meresahkan.
“Kasus pelecehan dan kekerasan dalam rumah tangga mempengaruhi psikologi terhadap anak dan ibu. Bahkan Sang Ayahpun yang keras hatinya pelauku kekerasan, kadang tertekan juga, timbul penyesalan dalam hatinya. Jadi bukan hanya korban tapi pelaku juga tertekan secvara psikologis. Karena manusia punya hati nurani, makanya timbul penyesalan,” katanya.
Untuk itu tugas kita semua untuk mencegah kekerasan ini. Selain petugas, dibutuhkan peran tokoh masayrakat dan agama dalam penanganan kekerassan.
Dikatakan, Kepala BPKAD Sultra ini penyebab masalah KDRT di masyarakat adalah masalah ekonomi dan pengaruh informasi yang sudah terlalu canggih.
“Kita sebagai orang tua wajib menjaga atau mengawasi anak. Karena zaman sekarang lebih pintar anak dari pada orangtua. Sehingga anak nonton hal-hal yang bersifat kekerasan, kartun yang bersifat kekerasan sinetron atau film yang mengandung kekerasan termasuk yang mengandung pornografi. Sehingga di pikirannya yang memengaruhi hal-hal yang berhalusinasi, berhayal sehingga timbul niat untuk mencoba-coba,” katanya.
Oleh sebab itu, orang tua sangat berperan dalam membimbing dan mengawasi perkembangan anak-anak. “Dibutuhkan protek orang tua di zaman digital sekarang ini,” katanya.
“Lewat kesempatan yang baik ini saya titip kepada Kepala Desa, Kepala Dusun, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat kita bangun Negeri Buton ini dalam rangka turunnya Rahmat dari Allah. Kurangi namanya kekerasan,” tegas Pj. Bupati Buton.
Selain itu peran lingkungan juga sangat berperan. Disinilah dibutuhkan peran orangtua termasuk peran tokoh masyarakat dan agama, kep[ala desa, kepala dusun.
Diketahui, Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah kekerasan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga, entah berada dalam keadaan sudah kawin maupun hanya sebatas kumpul kebo.
KDRT umumnya dilakukan di antara orang yang sudah memiliki hubungan kekeluargaan dan umumnya terjadi pada suami-istri sah atau pasangan serumah.
Kekerasan ini juga dapat menimpa anak, orang tua, atau lanjut usia, dapat berupa kekerasan fisik maupun verbal serta dilatarbelakangi oleh emosi, masalah ekonomi, pertentangan agama, atau seks.
Kekerasan dapat memiliki tingkatan mulai dari yang ringan hingga berat seperti pemukulan, pencekikan, atau bahkan berujung kematian, serta dapat menggunakan teknologi.
Pada 2015, Departemen Dalam Negeri Britania Raya memperluas definisi KDRT termasuk penggunaan pemaksaan (kontrol koersif)
KDRT adalah salah satu kejahatan yang jarang dilaporkan baik dari laki-laki maupun perempuan. Tambahanya, stigma sosial menyebabkan laki-laki yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga sering diabaikan oleh penyedia layanan kesehatan
KDRT sering terjadi ketika pelakunya yakin bahwa ia berhak menggunakannya. Hal ini menyebabkan siklus kekerasan antargenerasi pada anak dan anggota keluarga yang lain, yang mungkin menganggap kekerasan dapat diterima atau dimaafkan.
Banyak orang tidak mengaku sebagai pelaku kekerasan atau korban, karena mereka beranggapan itu adalah konflik keluarga yang tidak terkendali.
Kesadaran, persepsi, pengertian, dan dokumentasi KDRT sangat berbeda dari satu negara ke negara lain. Selain itu, KDRT sering terjadi dalam konteks perkawinan paksa atau perkawinan anak.
Dalam hubungan kekerasan, terdapat siklus ketika masalah memuncak dan fase kekerasan terjadi, kemudian terjadi masa islah (rekonsiliasi) dan tenang. Korban KDRT sering mengalami pengasingan, trauma, masalah keuangan, pengucilan, ketakutan, dan rasa malu.
Hasilnya, korban tersebut dapat mengalami disabilitas fisik, agresivitas, masalah kesehatan kronis, penyakit mental, kemiskinan, atau tidak mau bersosialisasi secara sehat.
Korban-korban KDRT banyak mengalami gangguan psikologis seperti gangguan stres pascatrauma.
Anak-anak yang tinggal di keluarga bermasalah sering menunjukkan masalah psikologis seperti suka menghindar, takut terhadap ancaman dan agresi yang tidak terduga, yang dapat berujung pada trauma berkepanjangan (ADV)