KilasSultra.com-BOMBANA- Gunung Saba Mpolulu terletak di Kecamatan Kabaena, Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara. Gunung ini terkategori tertinggi di jazirah Sulawesi Tenggara
Dalam bahasa setempat, kata Saba berarti terpongkah, jatuh, atau hilang sebagian, seperti mata kapak yang sompel akibat berbenturan dengan batu atau benda keras lainnya.
Sedangkan kata Mpolulu berarti kapak. Oleh masyarakat Kabaena, kata Saba Mpolulu diasosiasikan pada bentuk puncak gunung seperti kapak yang terkena benda keras.
Menurut cerita yang berkembang di kalangan masyarakat Kabaena, terpongkahnya puncak gunung Saba Mpolulu tersebut disebabkan oleh sebuah peristiwa dahsyat yang terjadi di daerah itu.
Peristiwa apakah sebenarnya yang terjadi, sehingga puncak Gunung Saba Mpolulu terpongkah atau hilang sebagian? Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita Asal Usul Gunung Saba Mpolulu berikut ini.
Konon, di Sulawesi Tenggara, Indonesia, ada dua buah gunung yang terletak berjauhan. Yang satu terletak di daerah Labunoua (sebelah timur) dan yang satunya lagi terletak di daerah Kabaena (sebelah barat). Gunung yang berada di Labunoua bernama Gunung Kamonsope, sedangkan gunung yang berada di Kabaena bernama Gunung Mata Air.
Di masing-masing gunung tersebut ada penunggu atau penjaganya. Gunung Kamonsope dijaga oleh seorang perempuan cantik, sedangkan Gunung Mata Air dijaga oleh seorang laki-laki bertubuh gendut dan berambut gondrong.
Pada suatu ketika, musim kemarau melanda daerah itu selama berbulan-bulan, sehingga seluruh daerah itu kekurangan air. Kecuali Gunung Kamonsope, persediaan airnya masih melimpah. Oleh penjaganya, air tersebut digunakan untuk mengairi daerah sekitar Gunung Kamonsope yang ditumbuhi oleh pepohonan dan tanaman.
Sementara itu, Gunung Mata Air sangat kekurangan air. Jangankan untuk mengairi pepohonan dan tanaman, air untuk digunakan mandi pun sulit diperoleh. Memang aneh. Walaupun gunung itu bernama Gunung Mata Air, tetapi masih tetap kekurangan air.
Suatu hari, penjaga Gunung Mata Air meminta air kepada penjaga Gunung Kamonsope untuk mengairi daerah sekitar Gunung Mata Air yang dilanda kekeringan.
“Maaf saudari, bolehkah aku meminta sebagian airmu?” pinta penjaga Gunung Mata Air dengan sopan.
”Maaf Tuan, aku tidak dapat memberikanmu air, karena aku juga membutuhkan banyak air,” jawab penjaga Gunung Kamonsope.
Beberapa kali penjaga Gunung Mata Air meminta air, namun penjaga Gunung Kamonsope tetap menolak permintaannya. Hal ini membuat penjaga Gunung Mata air menjadi murka.
”Jika kamu tidak mau memberikan airmu, aku akan memaksamu!” seru penjaga Gunung Mata Air dengan kesal.
”Jika aku tidak mau memberimu air, itu adalah hakku. Kenapa kamu memaksa? Tapi, kalau kamu berani, silahkan!” tantang penjaga Gunung Kamonsope.
”Dasar perempuan pelit! Kalau itu maumu, tunggu saja pembalasanku!” seru penjaga Gunung Mata Air lalu segera kembali ke tempatnya dengan perasaan marah.
Sesampainya di Gunung Mata Air, lelaki gemuk itu langsung merebahkan tubuh di pembaringannya. Pikirannya mulai berkecamuk memikirkan bagaimana cara memperoleh air dari perempuan itu dengan paksa. Kemudian, tiba-tiba sesuatu terlintas dalam pikirannya.
”Aku ini adalah laki-laki, sedangkan penjaga Gunung Kamonsope adalah perempuan. Ah, masa aku dilecehkan oleh perempuan itu. Aku akan menembaknya dengan meriamku,” pikirnya.
Rupanya penjaga Gunung Mata Air merasa harga dirinya diinjak-injak, sehingga membuatnya tambah marah dan memutuskan untuk memerangi penjaga Gunung Kamonsope (ADV)