KilasSultra.com.KENDARI-Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi mengatakan demontrasi nasional terkait UU Omnibus law yang terjadi Kamis, 8 Oktober 2020 merupakan bentuk lain dari penerapan demokrasi, khususnya Demokrasi Pancasila.
Namun demikian, Ali Mazi berpesan agar gelar pendapat seperti itu, tetap dilakukan secara santun dan berwibawa.
“Konstitusi negara kita tidak melarang demonstrasi terkait apapun, termasuk gelar pendapat menolak kebijakan pemerintah atau suatu perundangan. Namun kesan intelektualitas yang melekat pada diri adik-adik mahasiswa itu, tetap di jaga dengan baik,” Ujar Ali Mazi.
Diketahui, Undang-Undang Cipta Kerja memicu reaksi dari elemen buruh dan mahasiswa. Bahkan sebelum Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut disahkan DPR, wacana tidak berimbang telah berhembus di tengah masyarakat melalui beragam kanal media sosial.
Beberapa pihak berusaha mendudukkan masalah yang sesungguhnya dengan merespon hadirnya RUU tersebut. Tapi sejumlah pihak lainnya layangkan protes atau kontra
“Perdebatan seperti itu juga bagian dari demokrasi dan perilaku akademik. Ini positif sekali. Sebaiknya semua pihak melakukannya dengan santun dan berwibawa.” Ujar Ali Mazi
Rancangan Undang-Undang itu sesungguhnya belum final. Masih ada waktu 30 hari bagi Presiden untuk menandatangani draft rancangan perundangan yang telah disetujui bersama DPR itu.
Namun dalam pengundangannya, waktu 30 hari itu hanyalah tenggat resmi bagi Presiden untuk memberikan persetujuannya, sebab ditandatangani atau tidak, RUU tersebut tetap disahkan menjadi UU dan wajib diundangkan. Demikian amanat konstitusi Pasal 73 (Ayat 2) UU 12/2011.
“Suatu Undang-Undang yang sudah disahkan dapat berlaku mengikat umum apabila diundangkan dalam suatu lembaran negara,” jelas Ali Mazi.
Menurutnya, publik tidak perlu menanggapi dengan reaksi berlebihan terkait pengesahan RUU itu oleh DPR. Bentuk uji materi perundangan kata Ali Mazi dapat dilihat dalam beragam bentuk. Resminya, uji materi suatu perundangan melalui Mahkamah Konstitusi. Tapi secara umum materi dalam perundangan itu sudah mulai teruji sejak diusulkan oleh Presiden dan kemudian disahkan oleh DPR.
“Termasuk melihat reaksi publik, menolak atau menerima suatu draft perundangan, adalah ragam alat ukur lain terkait materi perundangannya. Jadi, demonstrasi itu juga bisa dijadikan alat ukur terhadap materinya.”
Gubernur Ali Mazi berpesan agar demonstrasi yang dilakukan itu tetap menjunjung tinggi cara-cara santun dan berwibawa dalam kebebasan menyuarakan pendapat, sehingga tidak mengulang kejadian seperti dalam demonstrasi penolakan RUU-KUHP dan UU-KPK pada September 2019 lalu.
“Mohon bersabar. Kita semua belum akan tahu bagaimana aplikasi dan implikasi perudangan ini sebelum disosialisasikan atau diuji secara empirik. Apakah akan memberi manfaat atau tidak untuk kepentingan rakyat. Secara hakiki, perundangan tidak bersifat absolut dan selalu berpeluang direvisi agar menjadi ideal,” jelas Gubernur Ali Mazi. (B/Kominfo)